Seorang bapak tua menunjuk-nunjuk wajahku dengan tangan
tuanya. Tangan kiri pula. Sembari menunjuk merepetlah omelan-omelan
pedas dari mulutnya-yang juga tua. "Kan sudah ku bilang ,pulang kerja
itu tidur. Paginya kan kau juga harus kuliah. Kau kira si Megi Z
menciptakan lagu begadang hanya untuk main-main haaa!! " "Maaf Pak Cik
bukannya Rhoma Irama ya? " Pak Cik tersinggung, Ia paling tidak suka
kalau bicaranya dicela, apalagi kalau Ia sedang muntab. Maka ditariknya
satu nafas panjang, aku tau dalam persekian detik kedepan Ia akan
mendampratku habis-habisan. Tapi dewi fortuna sedikit memihakku. Sebelum
itu terjadi datanglah seorang pembeli. Tapi itu hanya keberuntungan
sesaat. Setelah pembeli tadi pergi,maka film yang tadinya bertuliskan
bersambung.mulai lagi.
Seperti itulah seklumit hari-hariku sebagai mahasiswa
yang bekerja sambil kuliah. Lantaran hasutan setan dan koleganya, pernah
beberapa kali aku coba untuk membenci juraganku itu-Pak cik. Kubenamkan
dalam-dalam makiannya dalam fikiranku. Kasar, judes, tak berperasaan.
Maka berhasillah sedikit. Lalu kucoba membenamkannya dalam hatiku.
Ternyata hatiku menolak karena mungkin hanya satu alasan tadi aku bisa
membencinya,tapi lebih dari seribu alasan tuk bisa menghormati dan
-walaupun aku benci mengakuinya, tapi tak apalah -menyayanginya.
Pak Cik adalah segelintir orang baik yang sudah sangat
sulit dicari dizaman modern ini, walaupun galaknya naudzubillah. Jika
baru kenal dengannya, tak jarang orang yang suka berwaksyangka akan
mengira ia adalah seorang tempramen lantaran kematian bini atau seorang
paranoid yang disebabkan sudah tak tahan hidup membujang di usianya yang
sudah kepala empat itu. Jika bicara seperti orang marah, jika marah
seperti orang muntab jika muntab mungkin seperti orang kesurupan.
Pak Cik dulu mempunyai seorang anak laki laki yang
sepantaran dengan ku.Tapi itu dulu.Ia meninggal lantaran penanganan yang
terlambat dari pihak rumah sakit yang disebabkan oleh sebuah alasan
klasik,yang tak lain tak bukan ialah biaya.tragedi itulah yang melecut
Pak cik untuk bangkit dari bayang bayang kelam kemiskinan.
Kurasa umurku yang sepantaran dengan anaknya itulah
yang membuat ia sangat mengistimewakan ku.Walaupun aku hanya bekerja
dari jam enam sore sampai pukul sepuluh malam, tapi mengingat aku yang
dalam masa pendidikan Pak Cik tak segan-segan menyuruh ku pulang kalau
aku bilang ada tugas yang cukup banyak. Belum lagi kalau aku sakit
beliau tak cuma memberi ku cuti tapi juga datang ke kontrakanku untuk
membawa ku pergi berobat. Ditambah lagi kebaikan-kebaikannya yang lain.
Kadang kala aku seperti mempunyai ayah kedua di tanah rantau yang tak
bertuan ini.
***
Sepastinya korupsi dinegri ini begitu jugalah pastinya waktu berganti. Sebentar-sebentar sudah jum'at lagi.tanpa terasa sudah genap aku empat tahun di tanah lancang kuning ini. Dan salah satu hari teristimewa yang telah lama aku tunggu akhirnya datang juga- Wisuda. Ayah, Ibu, adikku dan keluarga lainnya hadir dalam hari yang bersejarah itu. Tampak juga Pak cik dan bibi beserta anak bungsunya yang baru berumur lima tahun-Izam.
Esoknya setelah berkemas dan mengurus segala susuatu
yang masih tertinggal. Aku mampir sekejap di toko Pak cik. Berat hatiku
rasanya untuk menemui beliau. Kulihat ia melihatku dengan tatapan yang
sukar untuk kujelaskan dari dalam tokonya. Tak ada kata perpisahan yang
terucap di sore itu. semuanya seakan telah tersampaikan oleh sebuah
senyum getir dan suatu pelaukan hangat. Ya sehangat matahari sore itu.
Terimakasih,
Nama:Riski Mihotri
NIM:1609114950
No Hp:082311236112
NIM:1609114950
No Hp:082311236112